TSA’LABAH
MENGINGKARI ZAKAT
Tsa’labah
bin Hathib adalah seorang Muslim yang sangat taat. Ia tidak pernah melewatkan
shalat lima waktu berjamaah bersama Rasulullah Saw. Namun, Tsa’labah adalah
seorang yang sangat miskin. Tsa’labah hanya memiliki satu buah sarung yang lusuh
dan harus dipakai bergantian dengan istrinya. Oleh karena itu, setelah selesai
shalat berjamaah, Tsa’labah selalu tergesa-gesa pulang ke rumah tanpa membaca
wirid dan berdoa terlebih dahulu karena istrinya membutuhkan sarung itu untuk
melaksanakan shalat.
Melihat
perilaku sahabat tersebut suatu ketika Rasulullah Saw. menegurnya: “Tsa’labah!…
Mengapa engkau tergesa-gesa pulang? Tidakah engkau berdoa terlebih dahulu?
Bukankah tergesa-gesa keluar dari masjid adalah kebiasaan orang-orang munafik?”
Tsa’labah
menghentikan langkahnya, ia sangat malu ditegur oleh Rasulullah, tetapi apa mau
dikata, terpaksa ia berterus terang kepada Rasulullah :
“Wahai
Rasululah…. Kami hanya memiliki sepasang pakaian untuk sholat dan saat ini
istriku di rumah belum melaksanakan sholat karena menunggu pakaian yang aku
kenakan ini. Pakaian yang hanya sepasang ini kami pergunakan sholat secara
bergantian. Kami sangat miskin. Untuk itu, Wahai Rasul…. jika engkau berkenan,
doakanlah kami agar Allah menghilangkan semua kemiskinan kami dan memberi
rejeki yang banyak.”
Rasulullah
tersenyum mendengar penuturan Tsa’labah, lalu beliau berkata,
“Tsa’labah sahabatku…, engkau dapat mensyukuri hartamu yang sedikit, itu lebih baik daripada engkau bergelimang harta tetapi engkau menjadi manusia yang kufur”.
“Tsa’labah sahabatku…, engkau dapat mensyukuri hartamu yang sedikit, itu lebih baik daripada engkau bergelimang harta tetapi engkau menjadi manusia yang kufur”.
Nasehat
Rasulullah sedikit menghibur hati Tsa’labah, karena sesungguhnya yang ada dalam
benaknya adalah ia sudah bosan menjalani hidup yang serba kekurangan. Satu-satunya
cara agar cepat menjadi kaya adalah memohon doa kepada Rasulullah, karena doa
seorang utusan Allah pasti didengar Allah. Itulah yang selalu menjadi
angan-angan Tsa’labah, hingga keesokan harinya ia kembali menemui Rasulullah
dan memohon agar beliau mau medoakannya agar menjadi orang kaya. Katanya :
"Ya
Rasululloh, berikan kepadaku jalan untuk menjadi kaya,"
Nabi
menjawab:
Artinya
: “Celaka
engkau wahai Tsa’labah! Sedikit yang engkau syukuri itu lebih baik dari harta
banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka
menjadi seperti Nabi Allah? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau
gunung-gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku”
Tsa’labah
terdiam mendengar nasehat Rasulullah namun dalam hatinya berkecamuk:
“Aku mengerti Rasulullah tidak mau mendoakan karena beliau sayang kepadaku. Beliau khawatir jika aku menjadi orang kaya, aku akan menjadi golongannya orang-orang yang kufur. Tetapi aku tidak seburuk itu, justru dengan kekayaan yang kumiliki aku akan membela agama ini dengan hartaku…”Akhirnya Tsa’labah pulang. Ia merasa malu apabila terus memaksa Rasulullah agar mau mendoakannya. Namun keesokan harinya ia tidak kuasa menahan dorongan hatinya untuk segera terbebas dari belenggu kemiskinan yang kian menghimpitnya. Ditemuinya Rasulullah, ia memohon untuk yang ketiga kalinya agar Rasulullah mau mendoakannya. Kali ini Rasulullah tidak bisa menolak keinginan Tsa’labah, beliau mengadahkan tangan ke langit:
“Aku mengerti Rasulullah tidak mau mendoakan karena beliau sayang kepadaku. Beliau khawatir jika aku menjadi orang kaya, aku akan menjadi golongannya orang-orang yang kufur. Tetapi aku tidak seburuk itu, justru dengan kekayaan yang kumiliki aku akan membela agama ini dengan hartaku…”Akhirnya Tsa’labah pulang. Ia merasa malu apabila terus memaksa Rasulullah agar mau mendoakannya. Namun keesokan harinya ia tidak kuasa menahan dorongan hatinya untuk segera terbebas dari belenggu kemiskinan yang kian menghimpitnya. Ditemuinya Rasulullah, ia memohon untuk yang ketiga kalinya agar Rasulullah mau mendoakannya. Kali ini Rasulullah tidak bisa menolak keinginan Tsa’labah, beliau mengadahkan tangan ke langit:
“Ya
Allah… Limpahkanlah rejekiMu kepada Tsa’labah”. Kemudian Rasulullah memberikan
kambing betina yang sedang bunting kepada Tsa’labah.
“Peliharalah
kambing ini baik-baik….” pesan Rasulullah.
Tsa’labah
pulang dengan membawa kambing pemberian Rasulullah dengan hati yang
berbunga-bunga. “Dengan modal kambing serta doa Rasulullah, aku yakin aku akan
menjadi orang yang kaya raya”.
Hari
berganti hari, bulan berganti bulan, Tsa’labah yang dulu miskin dan lusuh telah
berubah menjadi orang kaya yang terpandang. Kambingnya berjumlah ribuan.
Disetiap lembah dan bukit terdapat kambing-kambing Tsa’labah.
Tsa’labah
sekarang begitu sibuk dengan kambing-kambingnya yang berkembang biak dengan
cepat. Sampai- sampai, Tsa’labah harus pindah ke pinggiran Kota Madinah karena
di dalam kota sudah tidak cukup lagi tempat untuk memelihara dan menggembalakan
kambing-kambingnya itu.
Wah,
tak terkira senangnya hati Tsa’labah dan istrinya. Hidup mereka sudah
bergelimang dengan kekayaan. Setiap hari, Tsa’labah dan istrinya begitu sibuk
mengurusi ternak-ternaknya, sampai akhirnya melupakan kewajibannya beribadah.
Dia sudah tidak pernah lagi datang ke masjid dan shalat berjamaah. Tsa’labah
ternyata lebih mementingkan mengurusi kambing-kambingnya daripada pergi ke
mesjid dan melaksanakan shalat lima waktu.
Sampai
akhirnya wahyu untuk berzakat turun kepada Rasulullah. Nabi pun meminta Ali menagih
zakat kepada Tsa’labah.
"Ali,
Tsa’labah sudah mencapai martabat hartawan yang wajib mengeluarkan zakat.
Tagihlah kepadanya," kata Nabi. Ali pun bergegas datang kepada Tsa’labah untuk
menagih zakat kepadanya. Setelah bertemu dengan Tsa’labah Ali pun berkata:
"Rasulullah
mengatakan, engkau harus membayar sebagian dari kekayaanmu untuk fakir
miskin," kata Ali.
“Enak
saja! Semua kambing dan harta kekayaanku adalah hasil kerja kerasku. Bagaimana
mungkin aku harus mengeluarkan zakat setelah aku bersusah payah
mendapatkannya?” jawab Tsa’labah dengan angkuh. Dia merasa rugi mengeluarkan
zakat yang akan mengurangi harta kekayaanya. Tsa’labah ternyata sudah lupa
bahwa Rasulullah-lah yang sudah mendo’akannya agar diberikan rezeki yang banyak
dan Allah Swt.-lah yang sudah memberikan semua rezekinya.
"Tapi
rukun Islam telah menetapkan, atas orang yang mampu, diwajibkan menunaikan
zakat dari sebagian kecil hartanya," jawab Ali.
Tsa’labah
naik pitam. "Apa? Aku harus memberi makan kepada mereka, yang Allah
sendiri tidak sudi memberikan rezeki atas orang-orang itu? Tidak. Saya menolak
membayar zakat," katanya.
Rasulullah
berduka memikirkan Tsa’labah dan merasa kasihan, kalau-kalau Tsa’labah dilaknat
lantaran pembangkangannya itu. Maka disuruhlah Ali menagih sampai tiga kali.
Tapi Tsa’labah masih juga menolak berzakat.
Rasulullah menggumam. "Hartanya (Tsa'labah) tidak menyelamatkan dirinya,"
Rasulullah menggumam. "Hartanya (Tsa'labah) tidak menyelamatkan dirinya,"
Allah
Swt. begitu kecewa dengan Tsa’labah. Oleh karena itu, turun firman-Nya
sehubungan dengan keengganan Tsa’labah mengeluarkan zakat, yaitu surat At
Taubah ayat 75-78 sebagai berikut:
Artinya : “Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah:
"Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami,
pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang
saleh.” (Q.S. At-Taubah [9]:75)
Artinya
: “Maka setelah Allah memberikan kepada
mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran).”
(Q.S. At-Taubah [9]:76)
Artinya
: “Maka Allah menimbulkan kemunafikan
pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah
memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga
karena mereka selalu berdusta.” (Q.S. At-Taubah [9]:77)
Artinya
: “Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah
mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui
segala yang ghaib.” (Q.S.
At-Taubah [9]:78)
Tsa’labah
pun mulai merasa kebingungan dan ketakutan. Sebagai orang yang dulunya sangat
beriman, Tsa’labah tahu yang akan terjadi kalau Allah Swt. sudah menjadi murka.
Sekarang dia takut kehilangan semua harta miliknya dan takut azab yang akan
diturunkan Allah Swt. kepadanya. Oleh karena itu, Tsa’labah segera mendatangi
Rasulullah Saw.
Sambil
menangis dan bersujud di hadapan Rasulullah Saw., Tsa’labah memohon ampun dan
meminta agar Rasulullah Saw. menerima zakat atas kekayaannya.
“Wahai
Tsa’labah, Allah Swt. sudah melarangku menerima zakatmu.” jawab Rasulullah Saw.
Tsa’labah
pun menangis menyadari bahwa Allah Swt. sudah membenci yang sudah dilakukannya.
Dia sudah berani menentang perintah Rasul-Nya untuk mengeluarkan zakat. Ketika
Rasulullah Saw. wafat, Tsa’labah memohon ampun kepada para sahabat nabi.
”Rasulullah
sendiri tidak mau menerima zakatmu, kami pun tidak bisa menerima zakatmu.”
jawab para sahabat yang diberi tugas meneruskan ajaran Islam.
Tsa’labah
begitu sedih dan kecewa. Semua harta kekayaannya seolah sudah tidak ada artinya
lagi. Sampai Tsa’labah meninggal, tidak ada seorang pun yang mau menerima zakat
dari Tsa’labah.
NASIHAT
Cerita
tentang Tsa’labah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi kita tentang
beberapa hal, diantaranya:
1.
Kita harus bersyukur terhadap apa yang
telah diberikan Allah SWT. kepada kita walaupun tidak sesuai dengan apa yang
kita inginkan. Mungkin hal ini akan memberikan kita ketenangan dan kebahagiaan
dan sebaliknya apa yang kita inginkan mungkin akan berakibat jelek dan bahkan
berakibat pada kekufuran dan takabbur.
2.
Takabbur atau sombong sangat dibenci
oleh Allah SWT. baik takabbur terhadap Allah, takabbur terhadap Rosul-Nya dan
takabbur terhadap sesama sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits, sebagai
berikut:
Artinya : “Tidak akan masuk
surga, orang yg di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.
Seorang laki-laki bertanya, Sesungguhnya laki-laki menyukai apabila baju &
sandalnya bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?
Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah itu bagus menyukai yg bagus, kesombongan itu menolak kebenaran & meremehkan manusia.
Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah itu bagus menyukai yg bagus, kesombongan itu menolak kebenaran & meremehkan manusia.
3.
Kita harus selalu menepati janji yang
telah kita ucapkan karena janji wajib ditunaikan sebagaimana Allah SWT.
berfirman dalam Q.S. An Nahl: 91 sebagai berikut:
Artinya: “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
DAFTAR
PUSTAKA
Abqary,
Ridwan. 2007. 99 Kisah menakjubkan dalam
Al-Quran. Bandung: PT Mizan Bunaya Kreativa
Al Qur’anul Karim