Senin, 16 Maret 2015

CERITA SLAMI : TSA’LABAH MENGINGKARI ZAKAT



TSA’LABAH MENGINGKARI ZAKAT

Tsa’labah bin Hathib adalah seorang Muslim yang sangat taat. Ia tidak pernah melewatkan shalat lima waktu berjamaah bersama Rasulullah Saw. Namun, Tsa’labah adalah seorang yang sangat miskin. Tsa’labah hanya memiliki satu buah sarung yang lusuh dan harus dipakai bergantian dengan istrinya. Oleh karena itu, setelah selesai shalat berjamaah, Tsa’labah selalu tergesa-gesa pulang ke rumah tanpa membaca wirid dan berdoa terlebih dahulu karena istrinya membutuhkan sarung itu untuk melaksanakan shalat.
Melihat perilaku sahabat tersebut suatu ketika Rasulullah Saw. menegurnya: “Tsa’labah!… Mengapa engkau tergesa-gesa pulang? Tidakah engkau berdoa terlebih dahulu? Bukankah tergesa-gesa keluar dari masjid adalah kebiasaan orang-orang munafik?”
Tsa’labah menghentikan langkahnya, ia sangat malu ditegur oleh Rasulullah, tetapi apa mau dikata, terpaksa ia berterus terang kepada Rasulullah :
“Wahai Rasululah…. Kami hanya memiliki sepasang pakaian untuk sholat dan saat ini istriku di rumah belum melaksanakan sholat karena menunggu pakaian yang aku kenakan ini. Pakaian yang hanya sepasang ini kami pergunakan sholat secara bergantian. Kami sangat miskin. Untuk itu, Wahai Rasul…. jika engkau berkenan, doakanlah kami agar Allah menghilangkan semua kemiskinan kami dan memberi rejeki yang banyak.”
Rasulullah tersenyum mendengar penuturan Tsa’labah, lalu beliau berkata,
“Tsa’labah sahabatku…, engkau dapat mensyukuri hartamu yang sedikit, itu lebih baik daripada engkau bergelimang harta tetapi engkau menjadi manusia yang kufur”.
Nasehat Rasulullah sedikit menghibur hati Tsa’labah, karena sesungguhnya yang ada dalam benaknya adalah ia sudah bosan menjalani hidup yang serba kekurangan. Satu-satunya cara agar cepat menjadi kaya adalah memohon doa kepada Rasulullah, karena doa seorang utusan Allah pasti didengar Allah. Itulah yang selalu menjadi angan-angan Tsa’labah, hingga keesokan harinya ia kembali menemui Rasulullah dan memohon agar beliau mau medoakannya agar menjadi orang kaya. Katanya :
"Ya Rasululloh, berikan kepadaku jalan untuk menjadi kaya,"
Nabi menjawab:

                           

Artinya : “Celaka engkau wahai Tsa’labah! Sedikit yang engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung-gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku”

Tsa’labah terdiam mendengar nasehat Rasulullah namun dalam hatinya berkecamuk:
“Aku mengerti Rasulullah tidak mau mendoakan karena beliau sayang kepadaku. Beliau khawatir jika aku menjadi orang kaya, aku akan menjadi golongannya orang-orang yang kufur. Tetapi aku tidak seburuk itu, justru dengan kekayaan yang kumiliki aku akan membela agama ini dengan hartaku…”Akhirnya Tsa’labah pulang. Ia merasa malu apabila terus memaksa Rasulullah agar mau mendoakannya. Namun keesokan harinya ia tidak kuasa menahan dorongan hatinya untuk segera terbebas dari belenggu kemiskinan yang kian menghimpitnya. Ditemuinya Rasulullah, ia memohon untuk yang ketiga kalinya agar Rasulullah mau mendoakannya. Kali ini Rasulullah tidak bisa menolak keinginan Tsa’labah, beliau mengadahkan tangan ke langit:
“Ya Allah… Limpahkanlah rejekiMu kepada Tsa’labah”. Kemudian Rasulullah memberikan kambing betina yang sedang bunting kepada Tsa’labah.
“Peliharalah kambing ini baik-baik….” pesan Rasulullah.
Tsa’labah pulang dengan membawa kambing pemberian Rasulullah dengan hati yang berbunga-bunga. “Dengan modal kambing serta doa Rasulullah, aku yakin aku akan menjadi orang yang kaya raya”.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Tsa’labah yang dulu miskin dan lusuh telah berubah menjadi orang kaya yang terpandang. Kambingnya berjumlah ribuan. Disetiap lembah dan bukit terdapat kambing-kambing Tsa’labah.
Tsa’labah sekarang begitu sibuk dengan kambing-kambingnya yang berkembang biak dengan cepat. Sampai- sampai, Tsa’labah harus pindah ke pinggiran Kota Madinah karena di dalam kota sudah tidak cukup lagi tempat untuk memelihara dan menggembalakan kambing-kambingnya itu.

 


Wah, tak terkira senangnya hati Tsa’labah dan istrinya. Hidup mereka sudah bergelimang dengan kekayaan. Setiap hari, Tsa’labah dan istrinya begitu sibuk mengurusi ternak-ternaknya, sampai akhirnya melupakan kewajibannya beribadah. Dia sudah tidak pernah lagi datang ke masjid dan shalat berjamaah. Tsa’labah ternyata lebih mementingkan mengurusi kambing-kambingnya daripada pergi ke mesjid dan melaksanakan shalat lima waktu.
Sampai akhirnya wahyu untuk berzakat turun kepada Rasulullah. Nabi pun meminta Ali menagih zakat kepada Tsa’labah.
"Ali, Tsa’labah sudah mencapai martabat hartawan yang wajib mengeluarkan zakat. Tagihlah kepadanya," kata Nabi. Ali pun bergegas datang kepada Tsa’labah untuk menagih zakat kepadanya. Setelah bertemu dengan Tsa’labah Ali pun berkata:
"Rasulullah mengatakan, engkau harus membayar sebagian dari kekayaanmu untuk fakir miskin," kata Ali.
“Enak saja! Semua kambing dan harta kekayaanku adalah hasil kerja kerasku. Bagaimana mungkin aku harus mengeluarkan zakat setelah aku bersusah payah mendapatkannya?” jawab Tsa’labah dengan angkuh. Dia merasa rugi mengeluarkan zakat yang akan mengurangi harta kekayaanya. Tsa’labah ternyata sudah lupa bahwa Rasulullah-lah yang sudah mendo’akannya agar diberikan rezeki yang banyak dan Allah Swt.-lah yang sudah memberikan semua rezekinya.
"Tapi rukun Islam telah menetapkan, atas orang yang mampu, diwajibkan menunaikan zakat dari sebagian kecil hartanya," jawab Ali.
Tsa’labah naik pitam. "Apa? Aku harus memberi makan kepada mereka, yang Allah sendiri tidak sudi memberikan rezeki atas orang-orang itu? Tidak. Saya menolak membayar zakat," katanya.



 



Rasulullah berduka memikirkan Tsa’labah dan merasa kasihan, kalau-kalau Tsa’labah dilaknat lantaran pembangkangannya itu. Maka disuruhlah Ali menagih sampai tiga kali. Tapi Tsa’labah masih juga menolak berzakat. 
Rasulullah menggumam. "Hartanya (Tsa'labah) tidak menyelamatkan dirinya,"
Allah Swt. begitu kecewa dengan Tsa’labah. Oleh karena itu, turun firman-Nya sehubungan dengan keengganan Tsa’labah mengeluarkan zakat, yaitu surat At Taubah ayat 75-78 sebagai berikut:

 
                                                                                                  

Artinya : “Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.” (Q.S. At-Taubah [9]:75)

                                    

Artinya : “Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (Q.S. At-Taubah [9]:76)

                                     

Artinya : “Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.” (Q.S. At-Taubah [9]:77)

                                   

Artinya : “Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang ghaib.” (Q.S. At-Taubah [9]:78)

Tsa’labah pun mulai merasa kebingungan dan ketakutan. Sebagai orang yang dulunya sangat beriman, Tsa’labah tahu yang akan terjadi kalau Allah Swt. sudah menjadi murka. Sekarang dia takut kehilangan semua harta miliknya dan takut azab yang akan diturunkan Allah Swt. kepadanya. Oleh karena itu, Tsa’labah segera mendatangi Rasulullah Saw.
Sambil menangis dan bersujud di hadapan Rasulullah Saw., Tsa’labah memohon ampun dan meminta agar Rasulullah Saw. menerima zakat atas kekayaannya.
“Wahai Tsa’labah, Allah Swt. sudah melarangku menerima zakatmu.” jawab Rasulullah Saw.



Tsa’labah pun menangis menyadari bahwa Allah Swt. sudah membenci yang sudah dilakukannya. Dia sudah berani menentang perintah Rasul-Nya untuk mengeluarkan zakat. Ketika Rasulullah Saw. wafat, Tsa’labah memohon ampun kepada para sahabat nabi.
”Rasulullah sendiri tidak mau menerima zakatmu, kami pun tidak bisa menerima zakatmu.” jawab para sahabat yang diberi tugas meneruskan ajaran Islam.
Tsa’labah begitu sedih dan kecewa. Semua harta kekayaannya seolah sudah tidak ada artinya lagi. Sampai Tsa’labah meninggal, tidak ada seorang pun yang mau menerima zakat dari Tsa’labah.








 NASIHAT

            Cerita tentang Tsa’labah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi kita tentang beberapa hal, diantaranya:
1.        Kita harus bersyukur terhadap apa yang telah diberikan Allah SWT. kepada kita walaupun tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Mungkin hal ini akan memberikan kita ketenangan dan kebahagiaan dan sebaliknya apa yang kita inginkan mungkin akan berakibat jelek dan bahkan berakibat pada kekufuran dan takabbur.
2.        Takabbur atau sombong sangat dibenci oleh Allah SWT. baik takabbur terhadap Allah, takabbur terhadap Rosul-Nya dan takabbur terhadap sesama sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits, sebagai berikut:
                              

Artinya : “Tidak akan masuk surga, orang yg di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan. Seorang laki-laki bertanya, Sesungguhnya laki-laki menyukai apabila baju & sandalnya bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?
Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah itu bagus menyukai yg bagus, kesombongan itu menolak kebenaran & meremehkan manusia.

3.        Kita harus selalu menepati janji yang telah kita ucapkan karena janji wajib ditunaikan sebagaimana Allah SWT. berfirman dalam Q.S. An Nahl: 91 sebagai berikut:

                          

       Artinya: “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.








DAFTAR PUSTAKA



Abqary, Ridwan. 2007. 99 Kisah menakjubkan dalam Al-Quran. Bandung: PT Mizan Bunaya Kreativa
Al Qur’anul Karim























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar